Wednesday 19 November 2014

karakteristik studi islam

KARAKTERISTIK STUDI ISLAM
Gusti Rahman
Mismarna
Salma Hayati


ABSTRAK

Artikel ini menjelaskan tentang karakteristik studi Islam, yang mana Islam merupakan agama yang terakhir sebagai penutup semua agama yang telah ada, agama rahmatal lil a’lamin untuk semua umat yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW dengan mendapat wahyu dari Allah SWT. Untuk mengetahui Islam lebih mendalam maka muncullah ilmu yang dinamakan studi Islam, yang telah ada semenjak adanya agama Islam dan terus berkembang seiring perkembangan zaman. Seiring dinamika dan perkembangan zaman pula, kesempatan untuk mempelajari Islam dapat melalui berbagai  hal dan cara. Islam memberikan kesempatan secara luas kepada manusia untuk menggunakan akal pikirannya secara maksimal untuk mempelajarinya, namun jangan sampai penggunaannya melampaui batas dan keluar dari rambu-rambu ajaran Allah SWT. Dalam studi Islam muncul berbagai permasalahan dan yang umum berkaitan dengan maksud studi Islam, ruang lingkup atau objek studi Islam, serta tujuan studi Islam.

Kata Kunci: Studi Islam, pengertian, ruang lingkup, objek.

A.           PENDAHULUAN
            Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, Islam pernah menunjukan masa gemilang terutama pada masa Abbasiyah di Baghdad, dan bani Umayah di Cordofa, Andalusia Sepanyol, sehingga lahirlah para intelektual muslim seperti al-Gozali, ibn Rush dalam bidang filsafat, ibn Shina dalam bidang kedokteran, ibn Khaldun dalam bidang sosiologi dan sebagainya. Dalam hal ini Philip K. Hitti memaparkan secara panjang lebar tentang kejayaan dunia Islam dalam ilmu pengetahuan serta sumbangannya untuk dunia saat ini. Bahkan Gustave L’Bone yang dikutip Harun Nasution, antara lain orang Arablah (Islam) yang menyebabkan adanya peradaban bagi generasi setelahnya. Merekalah yang menjadi guru selama 6 abad.[1]
            Kemudian pada masa ini, perkembangan ilmu-ilmu lain mulai dikaji lewat ajaran Islam. Para sarjana mencoba mencocokan teori mereka pada Qur’an. Ahmad Baiqoni dalam bukunya Islam dan pengetahuan modern ketika mengungkapkan ruang angkasa antara lain menyatakan bahwa jerih payah yang dijalani ratusan tahun lamanya telah dapat membuka apa yang telah lama diwahyukan dalam Qur’an, sehingga manusia dapat memahami ayat-ayat dalam Qur’an yang bersangkutan dengan melakukan intidhor  dan pengembangan sains.[2] Jadi, studi Islam sangatlah luas, tidak hanya berdasarkan teks bahkan bahasannya juga berupa konteks.
Di Indonesia pula, secara sosiologis bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, yang sangat memperhatikan agama sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari secara individual dalam pergaulan masyarakat, seperti perkawinan, waris, kelahiran dan lain sebagainya. Demikian juga dalam lembaga ketatanegaraan, seperti pengadilan agama, sumpah jabatan dan sebagainya. Akhlaq yang tinggi dan budi pekerti yang luhur merupakan cita-cita pendidikan Indonesia dari zaman ke zaman. Oleh karena itu, pendidikan Islam sudah ada sejak lama di Indonesia sebelum merdeka, namun setelah merdeka, pendidikan agama memperoleh status formal sebagai mata kuliah di sekolah-sekolah negeri walaupun pada awalnya hanya merupakan mata pelajaran pilihan. Kemudian pada tumbangnya komunis di Indonesia pada tahun 1966, MPRS telah menetapkan pendidikan agama sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dan perguruan tinggi.[3] Dengan demikian, pendidikan keagamaan/studi keislaman masih dalam batas melihat masalah yang sederhana/belum kompleks.
Perkembangan selanjutnya, kajian Islam semakin meluas hingga mengkaji berbagai aspek kehidupan dan permasalahan yang bermunculan, seperti politik, budaya, gender, konflik dan lain sebagainya. Maka studi Islam merupakan suatu pembahasan yang dinamis dan tidak pernah terhenti. Oleh karena itu, sebagai pembahasan awal maka artikel ini secara sederhana akan membahas tentang karakteristik studi Islam.

B.            KARAKTERISTIK DALAM MEMAHAMI ISLAM

            Untuk melihat karakteristik dalam memahami Islam, beberapa hal yang perlu dibahas adalah; arti dan ruang lingkup studi Islam, latar belakang dan tujuan, studi Islam, aspek-aspek sasaran studi Islam, serta pertumbuhan studi Islam.

1.    Arti dan ruang lingkup studi Islam
Studi Islam secara etimologis merupakan terjemahan dari Bahasa Arab yaitu Dirasah Islamiyah. Sedangkan Studi Islam di barat dikenal dengan istilah Islamic Studies. Maka studi Islam secara harfiah adalah kajian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Makna ini sangat umum sehingga perlu ada spesifikasi pengertian terminologis tentang studi Islam dalam kajian yang sistematis dan terpadu. Dengan perkataan lain, Studi Islam adalah usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memhami serta membahas secara mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.[4]
Dilihat  dari pengertiannya , kata studi Islam sendiri merupakan gabungan dari dua kata, yaitu kata studi dan kata Islam. Kata studi memiliki berbagai pengertian. Rumusan Lester Crow dan Alice Crow menyebutkan bahwa studi adalah kegiatan yang secara sengaja diusahakan dengan maksud untuk memperoleh keterangan, mencapai pemahaman yang lebih besar, atau meningkatkan suatu ketrampilan.[5]  Sementara Moh. Hatta mengartikan studi sebagai mempelajari sesuatu untuk mengerti kedudukan masalanya, mencari pengetahuan tentang sesuatunya didalam hubungan sebab dan akibatnya, ditinjau dari jurusan tertentu, dan dengan metode yang tertentu pula. Bukan menghafalkan atau menerima apa saja yang dibentangkan orang lain, melainkan memahaminya dengan pikiran yang kritis.[6]
Kemudian, kata Islam sendiri memiliki arti dan makna yang jauh lebih kompleks. Kata Islam berasal dari kata aslama yang berati patuh dan berserah diri. Kata ini berakar pada kata silm yang berarti selamat, sejahtera dan damai. Orang yang menyatakan dirinya Islam atau berserah diri, tunduk dan patuh pada kehendak pencipta-Nya disebut muslim. Kedamaian akan tercipta dengan adanya penyerahan serta kepatuhan (Islam) kepada sang Pencipta.[7]
Menurut M. Nurhakim Studi Islam diarahkan pada kajian keIslaman yang mengarah pada tiga hal:
a.         Islam yang bermuara pada ketundukan atau berserah diri,
b.        Islam dapat dimaknai yang mengarah pada keselamatan dunia dan akhirat, sebab ajaran Islam pada hakikatnya membimbing manusia untuk  berbuat kebajikan dan menjauhi semua larangan,
c.         Islam bermuara pada kedamaian.[8]

Selanjutnya Islam dapat dilihat dari dua sudut yaitu, dari sudut normatif, ialah Islam sebagai agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan yang berkaitan dengan urusan akidah dan muamalah. Yang kedua, Islam dilihat dari sudut historis ialah nilai-nilai Islam yang tampak dalam masyarakat, sehingga Islam tampil sebagai sebuah disiplin ilmu (Islamic studies).[9] Islam sebagai sebuah disiplin ilmu kemudian menjadi perhatian dalam penelitian keagamaan. Syaiful Anwar mengkategorikan penelitian keagaman kepada empat kelompok  sebagai berikut :
1)             Agama sebagai ajaran, doktrin, dan simbol yang dipercayai, dihayati, dipikirkan, disakralkan, didakwahkan, dijunjung tinggi, dibela, dijaga, dipertahankan, dan dikembangkan oleh manusia, karena dianggap sebagi jalan keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. Islam sebagai ajaran ini terangkum dalam kitab suci Al-Qur’an, Hadist Nabi SAW, dan ilmu-ilmu Islam yang menyertainya, seperti ; Ulumul-Qur’an, Ulumul Hadist, Asbabun-Nuzul, Musthalatul-Hadist, dan sebagainya.
2)             Perilaku beragama, yaitu tingkah laku manusia dalam beragama, yaitu meliputi bagaimana manusia memikirkan, merasakan, menghayati, mendakwahkan, mensakralkan, membela, dan mempertahankan.
3)             Sistem sosial dan organisai keagamaan, yang meliputi struktur, hubungan antar komponen dalam masyarakat, perilaku organisasi, doktrin proses organisasi, rekrutmen anggota, dan sebagainya.
4)             Isu-isu kontemporer: masalah gender, pluralisme agama, hubungan antar agama, (kerjasama, konflik, dan kompetisi ), agama dan ekonomi, agama dan politik, agama dan HAM, dan lain-lain.[10]
Dari penjelasan diatas mengenai penelitian agama, maka beberapa tokoh memberi pendapat tentang  ruang lingkup studi Islam, di antaranya :
a.    Muhammad Nur Hakim
            Menurut  beliau, tidak semua aspek agama khususnya Islam dapat menjadi obyek studi. Dalam konteks studi Islam, ada beberapa aspek tertentu dari Islam yang dapat menjadi obyek studi, yaitu:
1.        Islam sebagai doktrin dari tuhan yang kebenarannnya bagi pemeluknya sudah final, dalam arti absolut, dan diterima secara apa adanya.
2.        Sebagai gejala budaya yang berarti seluruh apa yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.
3.        Sebagai interaksi sosial yaitu realitas umat Islam.[11]

b.        Muhammmad Amin Abdullah
       Menurut  beliau terdapat tiga wilayah keilmuan agama Islam yang dapat menjadi obyek studi Islam:
1.             Wilayah praktek keyakinan dan pemahaman terhadap wahyu yang telah diinterpretasikan sedemikian rupa oleh para ulama, tokoh panutan masyarakat pada umumnya. Wilayah praktek ini umumnya tanpa melalui klarifikasi dan penjernihan teoritik keilmuan yang di pentingkan disisni adalah pengalaman.
2.             Wilayah tori-teori keilmuan yang dirancang dan disusun sistematika dan metodologinya oleh para ilmuan, para ahli, dan para ulama sesuai bidang kajiannya masing-masing. Apa yang ada pada wilayah ini sebenarnya tidak lain dan tidak bukan adalah “teori-teori” keilmuan agama Islam, baik secara deduktif dari nash-nash atau teks-teks wahyu , maupun secara induktif dari praktek-praktek keagamaan yang hidup dalam masyarakat era kenabian, sahabat, tabi’in maupun sepanjang sejarah perkembangan masyarakat muslim dimanapun mereka berada.
3.             Telah teritis yang lebih popular disebut metadiscourse, terhadap sejarah perkembangan jatuh bangunnya teori-teori yang disusunoleh kalangan ilmuan dan ulama pada lapis kedua. Wilayah pada lapis ketiga yang kompleks dan sophisticated inilah yang sesungguhnya dibidangi oleh filsafat ilmu-ilmu keIslaman.[12]

c.         M. Atho’ Mudzhar
Sedangkan menurut M.Atho’ Mudzhar menyatakan bahwa obyek kajian Islam adalah substansi ajaran-ajaran Islam, seperti kalam, fiqih dan tasawuf. Dalam aspek ini agama lebih bersifat penelitian budaya hal ini mengingat bahwa ilmu-ilmu keIslaman semacam ini merupakan salah satu bentuk doktrin yang dirumuskan oleh penganutnya yang bersumber dari wahyu Allah melalui proses penawaran dan perenungan.[13]
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka studi Islam adalah usaha untuk mempelajari tentang agama Islam. Yang memiliki ruang lingkup secara garis besar dalam penelitian agama meliputi kajian tentang Tuhan, kitab suci, etika, dan moralitas serta organisasi keagamaan dan pemasalahan kontemporer.

B. Tujuan studi Islam.
            Studi Islam sebagai usaha untuk mempelajari secara mendalam tentang Islam dan segala seluk beluk yang berhubungan dengan agama Islam sudah barang tentu mempunyai tujuan yang jelas, yang sekaligus menunjukan kemana studi Islam tersebut diarahkan. Dengan arah dan tujuan yang jelas , maka dengan sendirinya Studi Islam akan merupakan usaha sadar dan tersusun secara sistematis. Menurut Muhaimin beserta beberapa sahabatnya tujuan studi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut :         
1.        Untuk mempelajari secara mendalam tentang apa sebenarnya (hakikat) agama Islam itu, dan bagaimana posisi serta hubungannya dengan agama-agama lain dalam kehidupan budaya manusia. Sehubungan dengan ini, studi Islam dilaksanakan berdasarkan asumsi bahwa sebenarnya agama Islam diturunkan oleh Allah adalah untuk membimbing dan mengarahkan serta menyempurnakan pertumbuhan dan perkembangan agama-agama dan budaya umat dimuka bumi.
2.        Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama Islam yang asli, dan bagaimana penjabaran dan operasionalisasinya dalam pertumbuhan dan perkembangan budaya peradaban Islam sepanjang sejarahnya. Studi ini berasumsi bahwa agama Islam adalah fitrah sehingga pokok-pokok isi ajaran agama Islam tentunya sesuai dan cocok dengan fitrah manusia. Fitrah adalah potensi dasar, pembawaan yang ada, dan tercipta dalam proses pencipataan manusia.
3.        Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agama Islam  yang tetap abadi dan dinamis, dan bagaimana aktualisasinya sepanjang sejarahnya. Studi ini berdasarkan asumsi bahwa agama Islam sebagai agama samawi terakhir membawa ajaran yang bersifat final dan mampu memecahkan masalah kehidupan manusia, menjawab tantangan dan tuntutannya sepanjang zaman.Dalam hal ini sumber dasar ajaran agama Islam akan tetap actual dan fungsional terhadap permasalahan hidup dan tantangan serta tuntutan perkembangan zaman tersebut.
4.        Untuk mempelajari secara mendalam prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar ajaran agama Islam, dan bagaimana realisasinya dalam membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan peradaban manusia pada zaman modern ini. Asumsi dari studi ini adalah, Islam yang meyakini mempunyai misi sebagai rahmah li al-‘alamin tentunya mempunyai prinsip dasar yang bersifat universal, dan mempunyai daya dan kemampuan untuk membimbing, mengarahkan dan mengendalikan factor-faktor potensial dari pertumbuhan dan perkembangan sistem budaya dan peradaban modern[14].

Usaha mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan hanya dilaksanakan oleh  kalangan umat Islam saja, melainkan juga dilaksanakan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Studi keIslaman di kalangan umat Islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dam motivasinya dengan yang dilakukan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Di kalangan umat Islam, studi keislaman bertujuan untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan dan mengamalkannya dengan benar. Sedangkan di luar kalangan umat Islam, studi keIslaman bertujuan untuk mempelajari seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan yang berlaku di kalangan umat Islam, yang semata-mata sebagai ilmu pengetahuan (Islamologi). Namun sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya, maka ilmu pengetahuan tentang seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan Islam tersebut bisa dimanfaatkan atau digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, baik yang bersifat positif maupun negatif.[15]
Berdasarkan paparan tersebut, studi Islam bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam baik yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari maupun hanya sebagai ilmu pengetahuan semata.

C.    Pertumbuhan studi Islam
Studi Islam sudah dimulai sejak Masa Rasulullah. Pada masa ini, kajian keislaman dilakukan dengan cara lisan sebagai bentuk transformasi ilmu.  Rasul telah mengembangkan bibit pengembangan studi Islam terutama tafsir dan ushul fiqih. Hadits adalah penafsiran rasul tarhadap al-Qur’an yang di dalamnya terdapat metode penerapan hukum.[16]
Setelah rasulullah wafat muncullah tradisi literer untuk mengkaji Islam yang dimulai dengan pengumpulan al-Qur’an pada masa khifaraur rasyidin. Hadits juga mulai dikumpulkan dan ditulis dalam sebuah kitab (masa dinasti abasiyyah). Para muhaddisin juga menyusun kriteria ilmiah bagi penerimaan hadits dengan kategori shahih, hasan dan dha’if. Sedangkan Perkembanggan studi Islam mencapai puncaknya pada masa abasiyyah. Studi Islam yang dikembangkan hanya meliputi ilmu normatif Islam yang bersumber pada teks agama.[17]
Perkembangan studi Islam tidak hanya pada masa rasulullah, sahabat, serta dinasti-dinasti Islam, akan tetapi juga berkembang di dunia barat. Kajian Islam dibarat dapat dilihat dengan memunculnya orientalisme, yaitu kajian tentang ketimuran. Kajian awal yang dilakukan orientalisme yang diselenggarakan diperguruan tinggi di Barat memandang umat Islam sebagai bangsa primitive. Kajian Islam juga difokuskan pada al-Qur’an dan pribadi nabi Muhammad secara ilmiah yang hasilnya menyudutkan ajaran dan umat Islam. Pendekatan yang digunakan oleh orientalis dalam mengkaji Islam adalah bersifat lahiriah (eksternalisasi). Agama Islam hanya dipandang dari sisi luarnya saja menurut sudut pandang Barat. Namun selanjutnya muncul karya-karya yang mengoreksi dan merekonstruksi kajian orientalis lama, Karena adanya anomali (ketidak tepatan) dalam studi Islam. Tokohnya antara lain: Louis Massingnon, W. Montgomery Watt, dan Wilfred Cantwell Smith. Islamic studies menjadi salah satu kajian yang dibuka di universitas barat dengan sarana pendukung yang lengkap. Pendekatan yang digunakan antara lain: filologi, antropologi, sejarah, sosiologi, psikologi.[18]
Secara lebih khusus studi Islam juga berkembang dan tumbuh di Indonesia. Pada masa klasik (abad 7-15M), studi Islam dilakukan melalui kontak informal, saluran perdagangan, perkawinan, dan tasawuf, yang ditransferkan melalui pedagang Arab, Persia dan India dengan materi pengajaran berupa kalimat syahadat, rukun iman, rukun Islam. Adapun pertumbuhan dan perkembangan studi Islam di Indonesia dapat dilihat dengan munculnya berbagai lembaga pendidikan seperti pendidikan langgar dan pesantren[19]
Di Indonesia pertumbuhan studi Islam juga berkembang pada masa pra kemerdekaan yang di tandai dengan munculnya pendidikan madrasah yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad di Palembang (1909), al-jam’iah al-Islamiah yang didirikan oleh Syekh Tholib Umar, di dirikan madrasah diniyah oleh Zainuddin Labib Al-Yunusi (1915). Pasca kemerdekaan, studi Islam di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan ditandai Pada tahun 1952 studi Islam pada tingkat dasar sampai menengah diseragamkan melalui jenjang: MI (6 th), MTS (3 Th), dan MA (3 th), dan pada tahun 1951 didirikan perguruan tinggi agama Islam negri (PTAIN) yang kemudian menjadi institute agama Islam negeri (IAIN) tahun 1960.[20]

C. KESIMPULAN
Studi Islam meliputi kajian agama Islam dan tentang aspek-aspek keislaman masyarakat dan budaya muslim. Menurut pendapat para ahli objek studi Islam meliputi Islam sebagai doktrin dari Tuhan, substansi ajaran-ajaran Islam dan interaksi sosial. Adapun tujuan Studi Islam adalah sebagai wawasan normative, kontekstual, aplikatif dan konstribusi konkret terhadap dinamika dan perkembangan yang ada, mendapatkan gambaran tentang agama Islam secara luas, mendalam namun utuh, dan dinamis.


DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajagarafindo Persada. 2011.

Muhaimin, et.al. Kawasan dan Wawasan Studi Islam. Jakarta: Kencana, 2005.

Ngainun Naim. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: Teras, 2009.

Muhaimin dkk. Studi Islam dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan. Jakarta: Kencana, 2012.



http://zahlulrizka.blogspot.com/, diakses pada 27 oktober 2014.






[1]
[2]
[3]
[4]  Muhaimin, et.al. Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Kencana, 2005) hal.2
[5] Ngainun Naim, Pengantar Studi Islam,  (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 2.
[6] Ibid.
[7] Ibid. hlm. 3.
[9] Abuddin Nata, metedologi studi Islam,(Jakarta:Rajagarafindo persada 2011). Hal 156
[11] Ngainun Naim, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta:Teras, 2009), hlm.5-9
[13] http://zahlulrizka.blogspot.com/ , diakses pada 27 oktober 2014.

[14] Muhaimin dkk, Studi Islam dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan,( Jakarta: Kencana, 2012). hlm 9-12.

Unknown

About Unknown

Author Description here.. Nulla sagittis convallis. Curabitur consequat. Quisque metus enim, venenatis fermentum, mollis in, porta et, nibh. Duis vulputate elit in elit. Mauris dictum libero id justo.

Subscribe to this Blog via Email :