KARAKTERISTIK STUDI ISLAM
Gusti
Rahman
Mismarna
Salma Hayati
ABSTRAK
Artikel ini menjelaskan tentang karakteristik studi Islam, yang mana Islam merupakan agama yang terakhir
sebagai penutup semua agama yang telah ada, agama rahmatal lil a’lamin untuk semua umat yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW dengan mendapat wahyu dari Allah SWT. Untuk
mengetahui Islam lebih mendalam maka muncullah ilmu yang dinamakan studi Islam, yang telah ada semenjak adanya agama Islam dan terus berkembang seiring perkembangan zaman. Seiring dinamika dan perkembangan
zaman pula, kesempatan untuk mempelajari Islam
dapat melalui berbagai hal dan cara. Islam memberikan kesempatan secara luas kepada manusia
untuk menggunakan akal pikirannya secara maksimal untuk mempelajarinya, namun
jangan sampai penggunaannya melampaui batas dan keluar dari rambu-rambu ajaran
Allah SWT. Dalam studi
Islam muncul berbagai permasalahan dan yang umum berkaitan dengan maksud studi Islam, ruang lingkup atau objek
studi Islam, serta tujuan studi Islam.
Kata Kunci: Studi Islam, pengertian, ruang lingkup, objek.
A.
PENDAHULUAN
Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, Islam pernah menunjukan masa
gemilang terutama pada masa Abbasiyah di Baghdad, dan bani Umayah di Cordofa,
Andalusia Sepanyol, sehingga lahirlah para intelektual muslim seperti
al-Gozali, ibn Rush dalam bidang filsafat, ibn Shina dalam bidang kedokteran, ibn
Khaldun dalam bidang sosiologi dan sebagainya. Dalam hal ini Philip K. Hitti
memaparkan secara panjang lebar tentang kejayaan dunia Islam dalam ilmu
pengetahuan serta sumbangannya untuk dunia saat ini. Bahkan Gustave L’Bone yang
dikutip Harun Nasution, antara lain orang Arablah (Islam) yang menyebabkan adanya
peradaban bagi generasi setelahnya. Merekalah yang menjadi guru selama 6 abad.[1]
Kemudian pada masa ini, perkembangan ilmu-ilmu lain mulai dikaji lewat ajaran
Islam. Para sarjana mencoba mencocokan teori mereka pada Qur’an. Ahmad Baiqoni
dalam bukunya Islam dan pengetahuan modern ketika mengungkapkan ruang
angkasa antara lain menyatakan bahwa jerih payah yang dijalani ratusan tahun
lamanya telah dapat membuka apa yang telah lama diwahyukan dalam Qur’an,
sehingga manusia dapat memahami ayat-ayat dalam Qur’an yang bersangkutan dengan
melakukan intidhor dan pengembangan sains.[2] Jadi,
studi Islam sangatlah luas, tidak hanya berdasarkan teks bahkan bahasannya juga
berupa konteks.
Di Indonesia pula, secara sosiologis bangsa Indonesia adalah bangsa yang
religius, yang sangat memperhatikan agama sebagai pedoman dalam kehidupan
sehari-hari secara individual dalam pergaulan masyarakat, seperti perkawinan,
waris, kelahiran dan lain sebagainya. Demikian juga dalam lembaga
ketatanegaraan, seperti pengadilan agama, sumpah jabatan dan sebagainya. Akhlaq
yang tinggi dan budi pekerti yang luhur merupakan cita-cita pendidikan
Indonesia dari zaman ke zaman. Oleh karena itu, pendidikan Islam sudah ada
sejak lama di Indonesia sebelum merdeka, namun setelah merdeka, pendidikan
agama memperoleh status formal sebagai mata kuliah di sekolah-sekolah negeri
walaupun pada awalnya hanya merupakan mata pelajaran pilihan. Kemudian pada
tumbangnya komunis di Indonesia pada tahun 1966, MPRS telah menetapkan
pendidikan agama sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dan perguruan tinggi.[3] Dengan
demikian, pendidikan keagamaan/studi keislaman masih dalam batas melihat
masalah yang sederhana/belum kompleks.
Perkembangan selanjutnya, kajian Islam semakin meluas hingga mengkaji
berbagai aspek kehidupan dan permasalahan yang bermunculan, seperti politik,
budaya, gender, konflik dan lain sebagainya. Maka studi Islam merupakan suatu
pembahasan yang dinamis dan tidak pernah terhenti. Oleh karena itu, sebagai
pembahasan awal maka artikel ini secara sederhana akan membahas tentang
karakteristik studi Islam.
B.
KARAKTERISTIK
DALAM MEMAHAMI ISLAM
Untuk
melihat karakteristik dalam memahami Islam, beberapa hal yang perlu dibahas
adalah; arti dan ruang lingkup studi Islam, latar belakang dan
tujuan, studi Islam, aspek-aspek sasaran studi Islam, serta pertumbuhan studi
Islam.
1.
Arti
dan ruang lingkup studi Islam
Studi Islam secara etimologis
merupakan terjemahan dari Bahasa Arab yaitu Dirasah
Islamiyah. Sedangkan Studi Islam di
barat dikenal dengan istilah Islamic
Studies. Maka studi Islam secara harfiah adalah kajian mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan Islam. Makna ini sangat umum sehingga perlu ada
spesifikasi pengertian terminologis tentang studi Islam dalam kajian yang
sistematis dan terpadu. Dengan perkataan lain, Studi Islam adalah usaha sadar
dan sistematis untuk mengetahui dan memhami serta membahas secara mendalam
tentang seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik
berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara
nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.[4]
Dilihat dari
pengertiannya , kata studi Islam sendiri
merupakan gabungan dari dua kata, yaitu kata studi dan kata Islam. Kata studi
memiliki berbagai pengertian. Rumusan Lester Crow dan Alice Crow menyebutkan
bahwa studi adalah kegiatan yang secara sengaja diusahakan dengan maksud
untuk memperoleh keterangan, mencapai pemahaman yang
lebih besar, atau meningkatkan suatu ketrampilan.[5]
Sementara Moh.
Hatta mengartikan studi sebagai mempelajari sesuatu untuk mengerti kedudukan
masalanya, mencari pengetahuan tentang sesuatunya didalam hubungan sebab dan
akibatnya, ditinjau dari jurusan tertentu, dan dengan metode yang tertentu
pula. Bukan menghafalkan atau menerima apa saja yang dibentangkan orang lain,
melainkan memahaminya dengan pikiran yang kritis.[6]
Kemudian, kata Islam sendiri memiliki arti dan makna yang
jauh lebih kompleks. Kata Islam berasal dari kata aslama yang berati
patuh dan berserah diri. Kata ini berakar pada kata silm yang berarti
selamat, sejahtera dan damai. Orang yang menyatakan dirinya Islam atau berserah
diri, tunduk dan patuh pada kehendak pencipta-Nya disebut muslim. Kedamaian
akan tercipta dengan adanya penyerahan serta kepatuhan (Islam) kepada sang
Pencipta.[7]
Menurut M. Nurhakim Studi Islam diarahkan pada
kajian keIslaman yang mengarah pada tiga hal:
a.
Islam yang bermuara pada ketundukan atau berserah diri,
b.
Islam dapat dimaknai yang mengarah pada keselamatan dunia
dan akhirat, sebab ajaran Islam pada hakikatnya membimbing manusia untuk
berbuat kebajikan dan menjauhi semua larangan,
c.
Islam bermuara pada kedamaian.[8]
Selanjutnya Islam dapat dilihat dari
dua sudut yaitu, dari sudut normatif, ialah Islam sebagai agama yang di
dalamnya berisi ajaran Tuhan yang berkaitan dengan urusan akidah dan muamalah. Yang
kedua, Islam dilihat dari sudut historis ialah nilai-nilai Islam yang
tampak dalam masyarakat, sehingga Islam tampil sebagai sebuah disiplin ilmu (Islamic studies).[9] Islam sebagai sebuah disiplin ilmu
kemudian menjadi perhatian dalam penelitian keagamaan. Syaiful Anwar mengkategorikan penelitian keagaman kepada
empat kelompok sebagai berikut :
1)
Agama sebagai ajaran, doktrin, dan simbol yang dipercayai,
dihayati, dipikirkan, disakralkan, didakwahkan, dijunjung tinggi, dibela,
dijaga, dipertahankan, dan dikembangkan oleh manusia, karena dianggap sebagi
jalan keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. Islam sebagai ajaran ini
terangkum dalam kitab suci Al-Qur’an, Hadist Nabi SAW, dan ilmu-ilmu Islam yang
menyertainya, seperti ; Ulumul-Qur’an, Ulumul Hadist, Asbabun-Nuzul,
Musthalatul-Hadist, dan sebagainya.
2)
Perilaku beragama, yaitu tingkah laku manusia dalam
beragama, yaitu meliputi bagaimana manusia memikirkan, merasakan, menghayati,
mendakwahkan, mensakralkan, membela, dan mempertahankan.
3)
Sistem sosial dan organisai keagamaan, yang meliputi
struktur, hubungan antar komponen dalam masyarakat, perilaku organisasi,
doktrin proses organisasi, rekrutmen anggota, dan sebagainya.
4)
Isu-isu kontemporer: masalah gender, pluralisme agama,
hubungan antar agama, (kerjasama, konflik, dan kompetisi ), agama dan ekonomi,
agama dan politik, agama dan HAM, dan lain-lain.[10]
Dari penjelasan diatas mengenai
penelitian agama, maka beberapa tokoh memberi pendapat tentang ruang lingkup studi Islam, di
antaranya :
a. Muhammad Nur Hakim
Menurut beliau, tidak semua aspek agama khususnya Islam
dapat menjadi obyek studi. Dalam konteks studi Islam, ada beberapa aspek
tertentu dari Islam yang dapat menjadi obyek studi, yaitu:
1.
Islam sebagai doktrin dari tuhan yang kebenarannnya bagi
pemeluknya sudah final, dalam arti absolut, dan diterima secara apa adanya.
2.
Sebagai gejala budaya yang berarti seluruh apa yang menjadi
kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap
doktrin agamanya.
3.
Sebagai interaksi sosial yaitu realitas umat Islam.[11]
b.
Muhammmad Amin Abdullah
Menurut beliau terdapat tiga wilayah keilmuan agama Islam
yang dapat menjadi obyek studi Islam:
1.
Wilayah praktek keyakinan dan pemahaman terhadap wahyu yang
telah diinterpretasikan sedemikian rupa oleh para ulama, tokoh panutan
masyarakat pada umumnya. Wilayah praktek ini umumnya tanpa melalui klarifikasi
dan penjernihan teoritik keilmuan yang di pentingkan disisni adalah pengalaman.
2.
Wilayah tori-teori keilmuan yang dirancang dan disusun
sistematika dan metodologinya oleh para ilmuan, para ahli, dan para ulama
sesuai bidang kajiannya masing-masing. Apa yang ada pada wilayah ini sebenarnya
tidak lain dan tidak bukan adalah “teori-teori” keilmuan agama Islam, baik
secara deduktif dari nash-nash atau teks-teks wahyu , maupun secara induktif
dari praktek-praktek keagamaan yang hidup dalam masyarakat era kenabian,
sahabat, tabi’in maupun sepanjang sejarah perkembangan masyarakat muslim
dimanapun mereka berada.
3.
Telah teritis yang lebih popular disebut metadiscourse, terhadap sejarah
perkembangan jatuh bangunnya teori-teori yang disusunoleh kalangan ilmuan dan
ulama pada lapis kedua. Wilayah pada lapis ketiga yang kompleks dan sophisticated inilah yang sesungguhnya
dibidangi oleh filsafat ilmu-ilmu keIslaman.[12]
c.
M. Atho’ Mudzhar
Sedangkan menurut M.Atho’ Mudzhar
menyatakan bahwa obyek kajian Islam adalah substansi ajaran-ajaran Islam,
seperti kalam, fiqih dan tasawuf. Dalam aspek ini agama lebih bersifat
penelitian budaya hal ini mengingat bahwa ilmu-ilmu keIslaman semacam ini
merupakan salah satu bentuk doktrin yang dirumuskan oleh penganutnya yang
bersumber dari wahyu Allah melalui proses penawaran dan perenungan.[13]
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka studi Islam adalah usaha
untuk mempelajari tentang agama Islam. Yang memiliki ruang lingkup secara garis besar dalam penelitian
agama meliputi kajian tentang Tuhan, kitab suci, etika, dan moralitas serta
organisasi keagamaan dan pemasalahan kontemporer.
B. Tujuan studi Islam.
Studi Islam sebagai usaha untuk
mempelajari secara mendalam tentang Islam dan segala seluk beluk yang
berhubungan dengan agama Islam sudah barang tentu mempunyai tujuan yang jelas,
yang sekaligus menunjukan kemana studi Islam tersebut diarahkan. Dengan
arah dan tujuan yang jelas , maka dengan sendirinya Studi Islam akan merupakan
usaha sadar dan tersusun secara sistematis. Menurut Muhaimin beserta beberapa
sahabatnya tujuan studi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Untuk mempelajari secara mendalam tentang apa sebenarnya
(hakikat) agama Islam itu, dan
bagaimana posisi serta hubungannya dengan agama-agama lain dalam kehidupan
budaya manusia. Sehubungan dengan ini, studi Islam dilaksanakan berdasarkan
asumsi bahwa sebenarnya agama Islam diturunkan oleh Allah adalah untuk
membimbing dan mengarahkan serta menyempurnakan pertumbuhan dan perkembangan
agama-agama dan budaya umat dimuka bumi.
2.
Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran
agama Islam yang asli, dan bagaimana penjabaran dan operasionalisasinya dalam
pertumbuhan dan perkembangan budaya peradaban Islam sepanjang sejarahnya. Studi
ini berasumsi bahwa agama Islam adalah fitrah sehingga pokok-pokok isi ajaran
agama Islam tentunya sesuai dan cocok dengan fitrah manusia. Fitrah adalah
potensi dasar, pembawaan yang ada, dan tercipta dalam proses pencipataan
manusia.
3.
Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agama Islam yang tetap abadi dan dinamis, dan bagaimana
aktualisasinya sepanjang sejarahnya. Studi ini berdasarkan asumsi bahwa agama Islam
sebagai agama samawi terakhir membawa ajaran yang bersifat final dan mampu
memecahkan masalah kehidupan manusia, menjawab tantangan dan tuntutannya
sepanjang zaman.Dalam hal ini sumber dasar ajaran agama Islam akan tetap actual
dan fungsional terhadap permasalahan hidup dan tantangan serta tuntutan
perkembangan zaman tersebut.
4.
Untuk mempelajari secara mendalam prinsip-prinsip dan
nilai-nilai dasar ajaran agama Islam, dan bagaimana realisasinya dalam
membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan peradaban
manusia pada zaman modern ini. Asumsi dari studi ini adalah, Islam yang
meyakini mempunyai misi sebagai rahmah li
al-‘alamin tentunya mempunyai prinsip dasar yang bersifat universal, dan
mempunyai daya dan kemampuan untuk membimbing, mengarahkan dan mengendalikan
factor-faktor potensial dari pertumbuhan dan perkembangan sistem budaya dan
peradaban modern[14].
Usaha mempelajari agama Islam
tersebut dalam kenyataannya bukan hanya dilaksanakan oleh kalangan umat Islam
saja, melainkan juga dilaksanakan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam.
Studi keIslaman di kalangan umat Islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan
dam motivasinya dengan yang dilakukan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam.
Di kalangan umat Islam, studi keislaman bertujuan untuk memahami dan
mendalami serta membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan dan
mengamalkannya dengan benar. Sedangkan di luar kalangan umat Islam, studi keIslaman
bertujuan untuk mempelajari seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan
yang berlaku di kalangan umat Islam, yang semata-mata sebagai ilmu pengetahuan
(Islamologi). Namun sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu pengetahuan pada
umumnya, maka ilmu pengetahuan tentang seluk-beluk agama dan praktik-praktik
keagamaan Islam tersebut bisa dimanfaatkan atau digunakan untuk tujuan-tujuan
tertentu, baik yang bersifat positif maupun negatif.[15]
Berdasarkan paparan
tersebut, studi Islam bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan
dengan agama Islam baik yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari maupun hanya
sebagai ilmu pengetahuan semata.
C.
Pertumbuhan
studi Islam
Studi Islam sudah dimulai sejak Masa Rasulullah. Pada masa
ini, kajian keislaman
dilakukan dengan cara lisan sebagai bentuk transformasi ilmu. Rasul telah mengembangkan bibit pengembangan
studi Islam terutama tafsir dan ushul fiqih. Hadits adalah penafsiran rasul tarhadap al-Qur’an yang di dalamnya terdapat metode penerapan
hukum.[16]
Setelah rasulullah wafat muncullah tradisi
literer untuk mengkaji Islam yang dimulai dengan pengumpulan al-Qur’an pada
masa khifaraur rasyidin. Hadits juga mulai dikumpulkan dan ditulis dalam sebuah
kitab (masa dinasti abasiyyah). Para muhaddisin juga menyusun kriteria ilmiah
bagi penerimaan hadits dengan kategori shahih, hasan dan dha’if. Sedangkan Perkembanggan
studi Islam mencapai puncaknya pada masa abasiyyah. Studi Islam yang
dikembangkan hanya meliputi ilmu normatif Islam yang bersumber pada teks agama.[17]
Perkembangan studi Islam tidak hanya pada masa rasulullah,
sahabat, serta dinasti-dinasti Islam, akan tetapi juga berkembang di dunia
barat. Kajian Islam dibarat dapat dilihat
dengan memunculnya orientalisme, yaitu kajian tentang ketimuran. Kajian awal
yang dilakukan orientalisme yang diselenggarakan diperguruan tinggi di Barat memandang umat Islam sebagai
bangsa primitive. Kajian Islam juga difokuskan pada al-Qur’an dan pribadi nabi Muhammad
secara ilmiah yang hasilnya menyudutkan ajaran dan umat Islam. Pendekatan yang
digunakan oleh orientalis dalam mengkaji Islam adalah bersifat lahiriah
(eksternalisasi). Agama Islam hanya dipandang dari sisi luarnya saja menurut
sudut pandang Barat.
Namun selanjutnya muncul karya-karya yang mengoreksi dan merekonstruksi kajian
orientalis lama, Karena adanya anomali (ketidak tepatan) dalam studi Islam.
Tokohnya antara lain: Louis Massingnon, W. Montgomery Watt, dan Wilfred
Cantwell Smith. Islamic studies menjadi salah satu kajian yang dibuka di
universitas barat dengan sarana pendukung yang lengkap. Pendekatan yang
digunakan antara lain: filologi, antropologi, sejarah, sosiologi, psikologi.[18]
Secara lebih khusus studi Islam juga berkembang dan tumbuh
di Indonesia.
Pada masa klasik (abad 7-15M), studi Islam dilakukan melalui kontak informal, saluran
perdagangan, perkawinan, dan tasawuf, yang ditransferkan melalui pedagang Arab, Persia dan India dengan materi pengajaran berupa
kalimat syahadat, rukun iman, rukun Islam. Adapun pertumbuhan dan perkembangan
studi Islam di Indonesia dapat dilihat dengan munculnya berbagai lembaga
pendidikan seperti pendidikan langgar dan pesantren[19]
Di Indonesia pertumbuhan studi Islam juga berkembang pada
masa pra kemerdekaan yang di tandai dengan munculnya pendidikan madrasah yang
didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad di Palembang (1909), al-jam’iah al-Islamiah
yang didirikan oleh Syekh Tholib Umar, di dirikan madrasah diniyah oleh
Zainuddin Labib Al-Yunusi (1915). Pasca kemerdekaan, studi Islam di
Indonesia tumbuh dan berkembang dengan ditandai Pada tahun 1952 studi Islam
pada tingkat dasar sampai menengah diseragamkan melalui jenjang: MI (6 th), MTS
(3 Th), dan MA (3 th), dan pada tahun 1951 didirikan perguruan tinggi agama Islam
negri (PTAIN) yang kemudian menjadi institute agama Islam negeri (IAIN) tahun
1960.[20]
C.
KESIMPULAN
Studi Islam meliputi kajian agama Islam
dan tentang aspek-aspek keislaman masyarakat dan budaya muslim.
Menurut pendapat para ahli objek studi Islam meliputi Islam sebagai
doktrin dari Tuhan, substansi ajaran-ajaran Islam dan interaksi sosial. Adapun
tujuan Studi Islam adalah sebagai wawasan normative, kontekstual, aplikatif dan
konstribusi konkret terhadap dinamika dan perkembangan yang ada, mendapatkan
gambaran tentang agama Islam secara luas, mendalam namun utuh, dan dinamis.
DAFTAR
PUSTAKA
Abuddin Nata. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajagarafindo Persada. 2011.
Muhaimin,
et.al. Kawasan dan Wawasan Studi Islam. Jakarta:
Kencana, 2005.
Ngainun Naim. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta:
Teras, 2009.
Muhaimin
dkk.
Studi Islam dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan.
Jakarta: Kencana, 2012.
http://syafieh.blogspot.com/2013/09/metodologi-studi-Islam.html#ixzz3GYevfYQE di akses pada 26 oktobet 2014
http://syaifulanwar2simamora.blogspot.com/2012/04/makalah-metodologi-studi-Islam-Islam.html di akses pada 26 oktober 2014
http://syafieh.blogspot.com/2013/09/metodologi-studi-Islam.html#ixzz3GYevfYQE di akses pada 27 oktober 2014.
http://msitadriskimia.blogspot.com/2010/09/pengertian-dan-lingkup-studi-Islam.html#sthash.zsiGJhir.dpuf di akses pada 30 oktober 2014.
[4] Muhaimin, et.al. Kawasan dan Wawasan Studi Islam,
(Jakarta: Kencana, 2005) hal.2
[8] http://syafieh.blogspot.com/2013/09/metodologi-studi-Islam.html#ixzz3GYevfYQE di akses pada 26 oktobet 2014
[9] Abuddin
Nata, metedologi studi Islam,(Jakarta:Rajagarafindo
persada 2011). Hal 156
[10] http://syaifulanwar2simamora.blogspot.com/2012/04/makalah-metodologi-studi-Islam-Islam.html di
akses pada 26 oktober 2014
[11] Ngainun
Naim, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta:Teras, 2009), hlm.5-9
[14] Muhaimin
dkk, Studi Islam dalam Ragam Dimensi dan
Pendekatan,( Jakarta: Kencana, 2012). hlm 9-12.
[15] http://syafieh.blogspot.com/2013/09/metodologi-studi-Islam.html#ixzz3GYevfYQE di akses pada 27 oktober 2014.
[20]http://msitadriskimia.blogspot.com/2010/09/pengertian-dan-lingkup-studi-Islam.html#sthash.zsiGJhir.dpuf di akses pada 30 oktober 2014