PERNIKAHAN
Oleh
Amarullah
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN
KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
AR-RANIRY
DARUSSALAM,
BANDA ACEH
2015
KATA
PENGANTAR
بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمـَنِ الرَّحِيْمِ
Dengan
mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, Karena dengan izinnyalah penulis
dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul : “PERNIKAHAN”
hingga tuntas. Selawat serta salam juga
penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memperjuangkan
agama Allah.
Dalam menyelesaikan makalah ini
penulis banyak mendapat kendala, oleh karena bantuan dan dorongan dari pihak
orang tua ,teman serta Bapak
pembimbing akhirnya makalah ini terselesaikan. Dengan demikian penulis sangat
berterima kasih bagi semua pihak yang telah banyak membantu dan member penulis
dorongan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwadalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan , itu dikarenakan keterbatasan
kemampuan menulis dalam menyusun makalah ini. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan penulisan
makalah dimasa yang akan dating. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua,bangsa serta Negara. Amin ya Rabbal Alamin.
Banda
Aceh,12 Januari 2015
Pemakalah,
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah
diketahui bahwa pernikahan adalah merupakan sunatullah, bahwa makhluk yang
bernyawa itu diciptakan berpasang-pasangan, baik laki-laki maupun perempuan
(Q.S.Dzariat :49).“dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan,
supaya kamu mengingat akan kebesaran allah”.(Q.S.Dzariat: 49).
Perkawinan merupakan
suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Dengan adanya
perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama
dan tata kehidupan masyarakat. Hubungan antara seorang laki - laki dan perempuan adalah
merupakan tuntunan yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan
hubungan ini maka disyariatkanlah akad nikah. Pergaulan antara laki - laki dn
perempuan yang diatur dengan perkawinan ini akan membawa keharmonisan,
keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki - laki maupun perempuan, bagi
keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekeliling
kedua insan tersebut.
Dalam agama samawi,
masalah perkawinan mendapat tempat yang sangat terhormat dan sangat terjunjung
tinggi tata aturan yang telah ditetapkan dalam kitab suci. Negara Indonesia
misalnya, masalah perkawinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga pemerintah Indonesia sejak
Proklamasi Kemerdekaan hingga sekarang menaruh perhatian yang sangat serius
dalam hal perkawinan ini.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian perkawinan ?
2.
Bagaimana dasar hukum perkawinan?
3.
Apa hikmah perkawinan ?
4.
Bagaimana perbandingan antara fiqh, kompilasi
hukum islam, dan undang perkawinan?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari perkawinan.
2.
Untuk mengetahui dasar hokum perkawinan.
3.
Untuk mengetahui hikmah perkawinan.
4.
Untuk mengetahui perbandingan antara fiqh, kompilasi
hukum islam, dan undang – undang perkawinan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkawinan
1.
Pengertian Perkawinan
Pengertian perkawinan dalam fiqh disebut
dengan dua kata yaitu nikah dan zawaj. Kata na-kaha dan za-wa-ja
terdapat dalam Al-Qur’an dengan arti kawin yang berarti bergabung, hubungan
kelamin, dan juga berarti akad. Menurut Fiqh, nikah adalah salah satu asas
pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang
sempurna. Pernikahan itu bukan hanya untuk mengatur kehidupan rumah tangga
dan keturunan, tetapi juga perkenalan antara suatu kaum dengan kaum yang
lainnya.
Menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Kompilasi Hukum
Islam pasal 2 perkawinan adalah suatu pernikahan yang merupakan akad yang
sangat baik untuk mentaati perintah Allah dan pelaksanaanya adalah merupakan
ibadah.
2.
Hukum Perkawinan
Pada
dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk
menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam - macam, maka hukum
nikah ini dapat dibagi menjadi lima macam.
a.
Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang
mempunyai biaya sehingga dapat memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan
- keperluan lain yang mesti dipenuhi.
b.
Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan
dan kalau tidak menikah ia akan terjerumus dalam perzinaan.
c.
Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk
melaksanakan pernikahan karena
tidak mampu memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah
syahwat.
d.
Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat
untuk menyakiti istrinya atau menyia - nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena
bagi orang yang tidak mampu memberi belanja kepada istrinya, sedang nafsunya
tidak mendesak.
e.
Mubah, bagi orang - orang yang tidak terdesak oleh
hal - hal yang mengharuskan segera nikah atau yang mengharamkannya.
3.
Rukun dan Syarat Perkawinan
Rukun
perkawinan adalah sebagai berikut :
a.
Calon
suami
b.
Calon
istri
Syarat – syarat calon mempelai :
1)
Keduanya
jelas identitasnya dan dapat dibedakan dengan yang lainnya, baik menyangkut
nama, jenis kelamin, keberadaan, dan hal lain yang berkenaan dengan dirinya.
2)
Keduanya
sama-sama beragama islam.
3)
Antara
keduanya tidak terlarang melangsungkan perkawinan.
4)
Kedua
belah pihak telah setuju untuk kawin dan setuju pula pihak yang akan
mengawininya. UU
Perkawinan mengatur persyaratan persetujuan kedua mempelai ini dalam Pasal 6
dengan rumusan yang sama dengan fiqh. Perkawinan harus didasarkan atas
persetujuan kedua mempelai. KHI mengatur persetujuan kedua mempelai itu dalam
Pasal 16.
5)
Keduanya
telah mencapai usia yang layak untuk melangsungkan perkawinan.
c.
Wali
nikah dari mempelai perempuan
Syarat – syarat wali :
1)
Telah
dewasa dan berakal sehat
2)
Laki
– laki. Tidak boleh perempuan.
3)
Muslim
4)
Orang
merdeka
5)
Tidak
berada dalam pengampuan
6)
Berpikiran
baik
7)
Adil
8)
Tidak
sedang melakukan ihram, untuk haji atau umrah.
UU Perkawinan sama
sekali tidak menyebutkan adanya wali, yang disebutkan hanyalah orang tua,
itupun kedudukannya sebagai orang yang harus dimintai izinnya pada waktu
melangsungkan perkawinan. Hal itu diatur dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4), (5),
dan (6). KHI berkenaan dengan wali menjelaskan secara lengkap mengikuti fiqh
dalam Pasal 19, 20, 21, 22, dan 23.
d.
Dua
orang saksi
Syarat – syarat saksi :
1)
Saksi
itu berjumlah paling kurang dua orang.
2)
Kedua
saksi itu adalah bergama islam.
3)
Kedua
saksi itu adalah orang yang merdeka.
4)
Kedua
saksi itu adalah laki – laki.
5)
Kedua
saksi itu bersifat adil.
6)
Kedua
saksi itu dapat mendengar dan melihat.
UU Perkawinan tidak
menghadirkan saksi dalam syarat-syarat perkawinan, namun menghadirkan saksi
dalam Pembatalan Perkawinan yang diatur dalam Pasal 26 ayat (1). KHI mengatur
saksi dalam perkawinan mengikuti fiqh yang terdapat dalam Pasal 24, 25, dan 26.
e. Ijab
dan Qabul
Ijab adalah penyerahan dari
pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua.
Syarat – syarat akad nikah
:
1) Akad
harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan denganqabul.
2) Materi
dari ijab dan qabul tidak boleh berbeda.
3) Ijab dan qabul harus
diucapkan secara bersambungan tanpa terputus walaupun sesaat.
4) Ijab dan qabul mesti
menggunakan lafaz yang jelas dan terus terang.
UU Perkawinan tidak
mengatur tentang akad pernikahan, namun KHI secara jelas mengatur dalam Pasal
27, 28, dan 29.
B. Dasar Hukum Perkawinan
Ø Dasar
Hukum dalam Al-Quran
1.
“Dan
nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan mengkayakan mereka dengan karunia-Nya.
Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur (24) : 32).
2.
“Dan
segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran
Allah.” (QS. Adz Dzariyaat (51) :
49).
3.
¨Maha
Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa
yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui¡¨ (Qs.
Yaa Siin (36) : 36).
4.
Bagi
kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian
sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak
cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik (Qs. An Nahl (16) : 72).
5.
Dan
diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
6.
Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At Taubah (9) : 71).
7.
Wahai
manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu
satu diri, lalu Ia jadikan daripadanya jodohnya, kemudian Dia kembangbiakkan
menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak sekali. (Qs. An Nisaa (4) : 1).
8.
Wanita
yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang
baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah
(yaitu : Surga) (Qs.
An Nuur (24) : 26).
9.
Maka
nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah)
seorang saja..(Qs.
An Nisaa’ (4) : 3).
10. Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang
mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan RasulNya
telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang
urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sesungguhnya dia telah berbuat
kesesatan yang nyata.(Qs.
Al Ahzaab (33) : 36).
11. Dan kawinkanlah orang-orang yang
sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (An-Nuur:32)
12. “Janganlah kalian mendekati zina,
karena zina itu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Isra 32)
13. “Dialah yang menciptakan kalian dari
satu orang, kemudian darinya Dia menciptakan istrinya, agar menjadi cocok dan
tenteram kepadanya” (Al-A’raf 189)
14. “Wanita-wanita yang keji adalah
untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita
yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik
dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” (An-Nur
26)
Ø Dasar Hukum dalam
Hadits
1.
Anjuran-anjuran Rasulullah untuk Menikah : Rasulullah SAW bersabda: “Nikah
itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !”(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).
2.
Empat
macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai
wewangian, bersiwak dan menikah (HR. Tirmidzi).
3.
Dari
Aisyah, “Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka
akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu¡¨ (HR. Hakim dan Abu Dawud).
4.
Sabda
Rasulullah SAW: “Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah,
sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada
Allah separoh lainnya.” (HR. Baihaqi).
5.
Dari
Amr Ibnu As, Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah wanita
shalihat.(HR.
Muslim, Ibnu Majah dan An Nasai).
6.
“Dunia
ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan sebaik-baik
perhiasan hidup adalah istri yang sholihah” (HR. Muslim)
7.
“Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah : a. Orang
yang berjihad / berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya
dari tuannya. c. Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya
dari yang haram.” (HR.
Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)
8.
“Wahai
generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena
mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara.” (HR. Bukhari dan Muslim
dari Ibnu Mas’ud).
9.
Kawinlah
dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan
membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak (HR. Abu Dawud).
10. Saling menikahlah kamu, saling
membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga
dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain (HR. Abdurrazak dan Baihaqi).
11. Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang
yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh
jejaka (atau perawan) (HR.
Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).
12. Rasulullah SAW. bersabda :
“Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian,
adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari).
13. Diantara kamu semua yang paling
buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina
adalah kematian orang yang memilih hidup membujang (HR. Abu Ya¡¦la dan Thabrani).
14. Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah
bersabda : Barang siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih lagi
suci, maka kawinkanlah dengan perempuan terhormat. (HR. Ibnu Majah,dhaif).
15. Rasulullah SAW bersabda :
Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah
akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka (Al Hadits).
16. “Sungguh kepala salah seorang
diantara kamu ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik, daripada menyentuh
wanita yang tidak halal baginya”(HR. Thabrani dan Baihaqi)
17. “Sesungguhnya, apabila seorang suami
memandang isterinya (dengan kasih & sayang) dan isterinya juga memandang
suaminya (dengan kasih & sayang), maka Allah akan memandang keduanya dengan
pandangan kasih & sayang. Dan apabila seorang suami memegangi jemari
isterinya (dengan kasih & sayang) maka berjatuhanlah dosa-dosa dari segala
jemari keduanya” (HR. Abu Sa’id)
18. “Shalat 2 rakaat yang diamalkan
orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh
jejaka (atau perawan)”(HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah)
19. “Empat macam diantara sunnah-sunnah
para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan
menikah” (HR. Tirmidzi)
20. “Wahai para pemuda, siapa saja
diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, maka hendaklah dia menikah.
Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga
kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa,
karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya” (HR.
Bukhori-Muslim)
21. “Janganlah seorang laki-laki dan
wanita berkhalwat, sebab syaithan menemaninya. Janganlah salah seorang di
antara kita berkhalwat, kecuali wanita itu disertai mahramnya” (HR.
Imam Bukhari dan Iman Muslim dari Abdullah Ibnu Abbas ra).
22. “Jika datang (melamar) kepadamu
orang yang engkau senangi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan
putrimu). Jika kamu tidak menerima (lamaran)-nya niscaya terjadi malapetaka di
bumi dan kerusakan yang luas” (H.R. At-Turmidzi)
23. “Kawinlah dengan wanita yang
mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu
sebagai umat yang terbanyak” (HR. Abu Dawud)
24. “Saling menikahlah kamu, saling
membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku
bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain” (HR.
Abdurrazak dan Baihaqi)
25. “Barangsiapa yang menikahkan
(putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan
akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu dibarakahi-Nya, Siapa yang
menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan
kepadanya, Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya
kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan
menambahkan kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya karena ingin
menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah
senantiasa memberi barakah dan menambah kebarakahan itu padanya” (HR.
Thabrani)
26. “Janganlah kamu menikahi wanita
karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu
menikahi wanita karena harta / tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu
melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang
budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama” (HR.
Ibnu Majah)
27. “Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi
SAW. telah bersabda : Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena
agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya ; maka pilihlah yang
beragama” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
1.
Menurut Al-Qur’an dan Sunnah
a.
Dalil Al-Qur’an
Allah
SWT berfirman dalam surat An - Nisa Ayat 3 sebagai berikut :
” Dan jika kamu takut
tidak akan berlaku adil terhadap anak yatim, maka kawinilah
perempuan-perempuan lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat dan jika kamu takut tidak akan
berlaku adil, cukup
satu orang.”
(An - Nisa : 3).
Ayat ini memerintahkan
kepada orang laki - laki yang sudah mampu untuk melaksanakan nikah. Adapun yang
dimaksud adil dalam ayat ini adalah adil didalam memberikan kepada istri berupa
pakaian, tempat, giliran dan lain - lain yang bersifat lahiriah. Ayat ini juga
menerangkan bahwa islam memperbolehkan poligami dengan syarat - syarat
tertentu.
Menurut Al-Qur’an,
Surat Al A’raaf ayat 189 berbunyi :“Dialah yang menciptakan kamu dari
suatu zat dan daripadanya Dia menciptakan istrinya agar Dia merasa
senang.” (Al A’raaf : 189). Sehingga perkawinan adalah
menciptakan kehidupan keluarga anatara suami istri dan anak-anak serta orang
tua agar tercapai suatu kehidupan yang aman dan tenteram (Sakinah),
pergaulan yang saling mencintai (Mawaddah) dan saling menyantuni (Rohmah).
b.
Dalil As-Sunnah
Diriwayatkan dari
Abdullah bin Mas’ud r.a. dari Rasulullah yang bersabda, “Wahai para pemuda,
barangsiapa dioantara kalian memiliki kemampuan, maka nikahilah, karena itu
dapat lebih baik menahan pandangan dan menjaga kehormatan. Dan siapa yang tidak
memiiki kemampuan itu, hendaklah ia selalu berpuasa, sebab puasa itu merupakan
kendali baginya. (H.R.Bukhari-Muslim).
2.
Menurut Undang – Undang Perkawinan tahun 1974
Landasan hukum terdapat
dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan yang rumusannya :
Perkawinan adalah sah
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
itu. Tiap
– tiap perkawinan dicatat menurut peraturan – peraturan, pereundang – undangan
yang berlaku.
3.
Menurut Kompilasi Hukum Islam
Dasar perkawinan dalam
Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 dan 3 disebutkan bahwa : Perkawinan menurut
Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan
ghaliizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah.Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah, dan rahmah.[8]
C. Hikmah Perkawinan
1)
Perkawinan dapat menentramkan jiwa dan menghindarkanperbuatan maksiat.
2)
Perkawinan
untuk melanjutkan keturunan.
3)
Bisa
saling melengkapi dalam suasana hidup dengan anak – anak.
4)
Menimbulkan
tanggung jawab dan menimbulkan sikap rajin dan sungguh – sungguh dalam
mencukupi keluarga.
5)
Adanya
pembagian tugas, yang satu mengurusi rumah tangga dan yang lain bekerja diluar.
D. Analisis Perbandingan
1. Fiqh
Munakahat dan UU Perkawinan
Fiqh Munakahat sebagai
hukum agama mendapat pengakuan resmi dari UU Perkawinan untuk mengatur hal –
hal yang berkaitan dengan perkawinan. Dengan melihat Pasal 2 ayat (1)
tentang landasan hukum perkawinan itu berarti bahwa apa yang dinyatakan
sah menurut fiqh munakahat juga disahkan menurut UU Perkawinan. UU Perkawinan
secara prinsip dapat diterima karena tidak menyalahi ketentuan yang berlaku
dalam fiqh munakahat tanpa melihat mazhab fiqh tertentu.
2. KHI
dan UU Perkawinan
KHI disusun dengan
maksud untuk melengkapi UU Perkawinan dan diusahakan secara praktis
mendudukkannya sebagai hukum perundang-undangan meskipun kedudukannya tidak
sama dengan itu dan materinya tidak boleh bertentangan dengan UU Perkawinan
untuk itu seluruh materi UU Perkawinan disalin ke dalam KHI meskipun rumusannya
sedikit berbeda. Pasal-pasal KHI yang diatur diluar perundang-undangan
merupakan pelengkap yang diambil dari fiqh munakahat, terutama menurut mazhab
Syafi’iy.
3. Fiqh
Munakahat dan KHI
Di atas telah dijelaskan
hubungan antara fiqh munakahat dengan UU Perkawinan tentang perkawinan
dengan segala kemungkinannya. dan dijelaskan pula bahwa KHI adalah UU
Perkawinan yang dilengkapi dengan fiqh munakahat atau dalam arti lain bahwa
fiqh munakahat adalah bagian dari KHI. Fiqh munakahat yang merupakan bagian
dari KHI tidak seluruhnya sama dengan fiqh munakahat yang terdapat dalam mazhab
yang dianut selama ini mazhab Syafi’iy.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Perkawinan dalam fiqh
berbahasa arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah dan zawaj. Kata na-kaha dan za-wa-jaterdapat
dalam Al-Qur’an dengan arti kawin yang berarti bergabung, hubungan kelamin, dan
juga berarti akad.
Salah satu hikmah
perkawinan adalah bisa menghindarkan perbuatan maksiat dan melanjutkan keturunan.
Dasar hukum perkawinan menurut
fiqh salah satunya yaitu disebutkan dalam Al-qur’an Surat An-Nisa’ ayat 3 dan
dalil As-Sunnah diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud r.a. dari
Rasulullah. Perkawinan diatur dalam UU Perkawinan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal
2 ayat (2) dan menurut
KHI diatur dalam Pasal 2 dan 3.
Apa yang dinyatakan sah
menurut fiqh munakahat juga disahkan menurut UU Perkawinan. KHI adalah UU Perkawinan
yang dilengkapi dengan fiqh munakahat atau dalam arti lain bahwa fiqh munakahat
adalah bagian dari KHI. Fiqh munakahat yang merupakan bagian dari KHI tidak
seluruhnya sama dengan fiqh munakahat yang terdapat dalam mazhab yang dianut
selama ini mazhab Syafi’iy.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan
kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin Slamet, Drs. H. Aminudin. 1999. Fiqh Munakahat I. Bandung : CV Pustaka Setia
Al-Utsaiin Muhammad
Sholeh, Syekh Abdul Aziz Ibn Muhammad Dawud. 1991. Pernikahan Islami :
Dasar Hidup Beruah Tangga. Surabaya : Risalah Gusti
Idris ramulyo Muh. 1996. Hukum
Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
1995. Hukum Perkawinan, Hukum
Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama, dan Zakat menurut Hukum Islam. Jakarta : Sinar Grafika
Rasjid Sulaiman. 2010. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru
Algensindo
Syarifuddin Amir.
2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan
Undang – Undang Perkawinan. Jakarta : Kencana