Perceraian
(Talak atau khulu’)
Disusun
oleh:
AMARULLAH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
AR-RANIRY
2014/2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
penulis panjatkan puji syukur kepada Allah yang telah memberikan kepada penulis
hidayah serta petunjuk, hidayah, serta pertolongannya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah “Perceraian (Talak atau khulu’)” Namun sangat penulis sadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini banyak ditemukan kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu penulis berharap para pembaca dapat menganalisa dan mengoreksi
kesalahan tersebut. Semoga kita mendapat rahmat dari Allah SWT. Amin.
Banda Aceh, 27 November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................... 1
DAFTAR ISI........................................................................ 2
BAB I
Pendahuluan..................................................................... 3.
A. Latar Belakang............................................................. 3
B. Rumusan Masalah........................................................ 3
B. Tujuan ......................................................................... 4
BAB II
Pembahasan...................................................................... 5
A. Pengertian Talak …………………………………………. 5
B. Dasar Hukum Khulu' / Cerai Gugat.................................. 5
C. Syarat talak………………………………………………. 6
D. Analisis problem perceraian di tengah masyarakat
Indonesia kontemporer dikaitkan dengan Kompilasi Hukum Islam dan UU Perkawinan.
7
BAB III
Penutup............................................................................. 9
Kesimpulan....................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA………………………………………..
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan
merupakan fitrah manusia, yang dengan melakukan
haltersebut seorang (suami) diwajibkan memikul
amanah tanggung jawab yangsangat besar di dalam dirinya terhadap
orang-orang yang berhakmendapat perlindungan dan pemeliharaan. Hakikat perkawinan adalah merupakanhubungan hukum antara subjek yang
mengikatkan diri dalam perkawinantersebut yakni antara seorang
pria dengan seorang wanita.
Dalam membina bahtera rumah tangga sering kali dijumpai berbagaikeluhan
yang dapat saja berujung pada terjadinya perceraian yang kemudianmenyebabkan bubarnya hubungan perkawinan. Dewasa ini kian marak pergeseran
makna dari hubungan antara pernikahan dan perceraian.
Jika padamasa lalu proses
perceraian dalam pernikahan merupakan suatu hal yang tabudan aib, kini sudah
umum dan perceraian telah menjadi suatu
fenomenayang biasa di masyarakat. Setiap orang pasti menginginkan yang terbaik dalamhidupnya, termasuk dalam kehidupan rumah tangganya.
Namun realitamenunjukkan sebaliknya, angka perceraian semakin meningkat setiaptahunnya.
Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dianggapsebagai suatu perjanjian (persetujuan)
asalkan kata perjanjian diambil dalamarti yang luas.
B.
Rumusan masalah :
1.
Apa yang di maksud dengan perceraian dalam perspektif Fiqh ?
2.
Apa saja dasar perceraian menurut Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw ?
3.
Sebutkan syarat-syarat perceraian .
4.
Apa saja masalah peceraian di tengah masyarakat Indonesia kontemporer
yang dikaitkan dengan kompilasi hukum islam dan UU perkawinan.
C. Tujuan :
1.
Untuk mengetahui apa itu perceraian dalam perspektif Fiqh .
2.
Untuk mengetahui dasar perceraian menurut Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw.
3.
Untuk mengetahui syarat-syarat perceraian.
4.
Untuk mengetahui masalah perceraian ditengah masyarakat Indonesia
kontemporer yang dikaitkan dengan kompilasi hukum islam dan UU perkawinan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Talak
Secara
harfiah talak itu berarti epas dan bebas. Secara terminologi ulama mengemukakan
Al-Mahalli dalam kitabnya Syarh Minhaj al-Thalibin merumuskan yang artinya:
“Melepaskan
hubungan pernikahan dengan menggunakan lafaz talak dan sejenisnya.”
Dalam pasal 1 UUD Tahun dinyatakan bahwa
perkawainan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria denganseorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga(rumahtangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan
yang maha esa.
B. Dasar Hukum Khulu' /
Cerai Gugat
Menurut
jumhur ulama' khulu' hukumnya boleh atau mubah.
Karena
berdasar pada Q.S. al-Baqarah ayat 229 yang
artinya:
"Talak
(yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk
lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang
baik.
Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang
telah
kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir
tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika
kamu
khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapt
menjalankan
hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa ataas
keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk
menebus
dirinya. Itulah hokum-hukum Allah, maka janganlah
kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hokum-hukum
Allah
mereka itulah orang-orang zalim." (Q.S. al-Baqarah ayat
229)".
Selain
itu ada hadis Nabi
dari Anas bin Malik menurut riwayat al-Bukhori yang artinya :
"Dari
Ibnu Abbas R.A bahwasanya istri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi SAW lalu
berkata; wahai Rasulullah, saya tidak mencela akhlak dan
agama Tsabit bin Qais, akan tetapi saya tidak suka durhaka pada
suami setelah masuk islam lalu
Rasulullah SAW bersabda: apakah engkau mau
mengembalikan kebunnya,
dia menjawab ya. Lalu Rasulullah SAW bersabda: terimalah kebun dan
ceraikanlah dia"
Rukun talak
Mazhab
Hanafi mengatakan rukun talak ada 4, yaitu:
1. Mampu melakukannya, maksudnya orang yang menjatuhkannya
yang terdiri dari suami, atau wakilnya, atau walinya jika ia masih kecil.
2. Maksud, ucapan yang terang-terangan dan sindiran yang
jelas, meskipun tidak bermaksud melepaskan ikatan perkawinan. Dengan dalil yang
sah, talak yang dilakukan secara bergurau.
3. Objek, maksudnya perkawinan yang ia miliki.
4. Lafal, yang secara jelas-jelasan maupun secara sindiran.
C.
Syarat talak
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 memuat berbagaiketentuan tentang perceraian. Salah satu pasal
dari Undang-undang tersebutmenyebutkan bahwa perceraian di bebani
berbagai persyaratan sebagaimana di tentukan dalam pasal 39 ayat (2) yang
berbunyi:
1.Perceraian hanya dapat di lakukan di dalam sidang pengadilan setelahsidang yang bersangkutan berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2.Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami istriitu dapat akan hidup rukun sebagai suami istri.
3.Tata cara perceraian di depan siding pengadilan di utus perundangantersendiri.
Diantara
persyaratan-persyaratan seorang suami
untuk menjatuhkan talak kepada isterinya ialah 3:
1)
Baligh / dewasa
2)
Berakal waras
3)
Tidak dipaksa
Rukun
dan Syarat Gugat Cerai / Khulu‘ menurut Abdurrahman
al Jaziry (Fiqh
ala Mazhabil Arba'ah: 367):
Yang
dimaksud syarat khulu' ialah syarat berkenaan dengan rukun khulu', yaitu :
1. Multazim al ‘iwad dengan syarat wanita atau
orang lain yang sudah
cakap berbuat (ahlilyah al adah al kamilah) tidak ada khulu'nya orang bodoh
dan belum dewasa
2. al Bud'u dengan syarat barang tersebut sudah
menjadi milik suami walaupun dalam keadaan talak ra'i
3. al ‘iwad dengan syarat barang tersebut
tidak berbahaya, suci dan milik
sah (bukan Ghasab)
4. az Zauj (suami) dengan syarat orang tersebut
sudah cakap untuk melakukan
talak seperti tidak bodoh, berakal, dan balig.
5. al Ismah dengan syarat talak tersebut
tidak dilimpahkan kepada orang lain
6. as Sigat dengan syarat sebagai berikut :
a.
harus berupa ucapan yang menunjukkan kepada
talak atau khulu'
b. hendaknya qabul itu dilaksanakan /
dilakukan dalam satu majelis, kecuali jika suami menangguhkan pelaksanaannya. Dalam ijab
qabul disyaratkan adanya persesuaian jumlah harta (‘iwad)
D.
Analisis problem perceraian di tengah masyarakat Indonesia kontemporer
dikaitkan dengan Kompilasi Hukum Islam dan UU Perkawinan
Disini
yang menjadi kaitannya di Indonesia pada saat ini dengan Undang-undang Dasar
Republik Indonesia, kita contohkan di salah satunya yaitu dalam Undang-undang
Nomor 1 / 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 / 1975
tentang pelaksanaan UU Perkawinan yang dalam salah satu poinnya dijelaskan
bahwa perceraian hanya dapat diperbolehkan dengan alasan sebagai berikut:
©
Antara suami dan isteri
terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan
hidup rukun lagi dalam rumah tangga.Yang menjadi kaitannya disini adalah
kejadian seperti itu adalah kasus terbanyak terjadi di Indonesia, yaitu
tercatat 91.841 kasus seperti itu
terjadi di Indonesia tahun 2010. Dan masih banyak kasus-kasus lainnya yang
memiliki kaitan dengan UU tersebut.
©
Sedangkan dalam Islam
Makhruh hukumnya jika salah satu pihak meninggalkan pasangannya dengan tanpa
sebab yang jelas padahal rumah tangga secara umum masih dalam kondisi stabil,
kaitannya di Indonesia terjadi 78.407 kasus seperti itu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
a)
Perkawinan
merupakan fitrah manusia, yang dengan melakukan
haltersebut seorang (suami) diwajibkan memikul
amanah tanggung jawab yangsangat besar di dalam dirinya terhadap
orang-orang yang berhakmendapat perlindungan dan pemeliharaan.
b)
Talak adalah
perceraian yang dilakukan dan diucapkan oleh suami terhadap isterinya.
c)
Perkara Talak harus
disaksikan oleh saksi.
d)
Hendaknya kita
menghindari perkara Talak demi kelangsungan dan kebahagian anak-anak kita
kelak.
e)
Perceraian hanya dapat di lakukan di dalam sidang pengadilan setelahsidang yang bersangkutan berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak
DAFTAR PUSTAKA
Az-zuhaili, wahbah, 2011.Fiqh Islam Wa adillatuhu, Jakarta : Gema
insane.
Al-Habsyi, Muhammad Bagir, 2008, Fiqh Praktis, Yogyakarta;
Pustaka Pelajar.
Syarifuddin, amir, 2003, hukum perkawinan islam di Indonesia departemen
agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Bandung : CV. P&G.
Ali, makhrus, 2007, terjemah bulughul maram, Bandung:
ITB Press.
Al jaziry, Abdurrahman, 1997, Fiqh ala mazhabil arba’ah, Yogyakarta:
kanisius.